REMAGOGI FOR BUNYAN

Oleh : Wiandini Mandasari, S.E.

                Pada awal bulan Oktober saya mendapatkan pesan WhatsApp dari Bapak Kepala SDIT Bunyan Indonesia. Pesan tersebut berisi daftar nama peserta yang diutus oleh yayasan untuk mengikuti kajian intensif Remagogi bersama Ustadz Adriano Rusfi. Berita bahagianya adalah dalam daftar nama tersebut terdapat nama saya Wiandini Mandasari sebagai salah satu peserta kajian yang akan dilaksanakan selama delapan kali pertemuan tersebut. Masya Allah, sebuah kesempatan yang tidak mungkin akan saya lewatkan.

Tidak lama setelah mendapat kabar dari Bapak Kepala Sekolah, saya di masukan ke dalam grup WhatsApp Remagogi – Guru SBI. Di grup itulah saya mulai bertanya tentang apa itu Remagogi, karena yang saya tahu hanya ada Pedagogi dan Andragogi. Akhirnya pertanyaan itu terjawab melalui foto profil grup. Setelah mengetahui arti dari Remagogi itu sendiri, saya merasa kajian ini memang sangat penting bagi kami yang saat ini diamanahi sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan dan bagian asrama. Kenapa? karena setiap harinya kami bersinggungan dengan tingkah laku siswa yang beragam, ada siswa yang berantem, siswa yang galau, siswa yang mulai tertarik dengan lawan jenis, siswa yang sudah mulai baligh dan lain sebagainya. Tentu semua itu memerlukan strategi yang tidak bisa sembarangan, perlu pendekatan – pendekatan yang bisa menyentuh hati mereka, sehingga tumbuh kesadaran pada diri mereka tentang apa yang boleh dilakukan dan tentang apa yang tidak boleh dilakukan. Semoga dengan mengikuti kajian Remagogi ini kami dapat mengetahui strategi dan pendekatan apa yang tepat dalam upaya menumbuhkan kesadaran pada diri siswa/siswi Sekolah Bunyan Indonesia.

Dalam kajian instensif Remagogi ada delapan materi yang wajib kami ikuti. Tapi, sebelum masuk ke materi yang utama, kami terlebih dahulu diberi materi pengantar Remagogi. Tujuannya adalah supaya kami paham kenapa Remagogi ada dan apa tujuan Remagogi ini dibuat. Kajian pengantar ini berlangsung selama kurang lebih dua jam dengan narasumber Bapak Jundurahman Sayyaf dan Ustadz Andriano Rusfi. Semua kajian Remagogi dilakukan secara online melalui Zoom Meeting dan dalam kajian pengantar ini dibuka untuk umum. Jadi, siapa saja boleh ikut kajian ini.

Hari pertama kajian intensif Remagogi membahas tentang pemasalahan yang dihadapi oleh remaja. Dari permasalahan-permasalahan ternyata salah satu penyebab munculnya permasalahan remaja adalah semasa SMA mereka sama sekali tidak disiapkan untuk menjadi dewasa, mereka dianggap akan dewasa dengan sendirinya sehingga mereka mudah galau, putus asa, tidak siap mandiri, mudah putus asa, bimbing dengan studi yang akan dipilih yang pada akhirnya ketika mereka masuk perguruan tinggi mereka tidak siap dan akhirnya Drop Out.

Menurut Ustadz Adriano Rusfi, Remaja adalah orang yang secara fisik (Biologis) sudah baligh tetapi belum aqil. Remaja lahir dari sebuah kondisi transisi, jika kondisi itu hilang maka remaja pun akan hilang karena dunia sendiri tidak siap menghadapi remaja. Kenapa? Karena dunia tidak dihadapkan pada periode transisi, kehidupan tidak disiapkan untuk transisi panjang, kehidupan tidak menyiapkan kehidupan yang abu-abu seperti remaja. Perlu kurikulum untuk masa transisi atau perlu ikhtiar yang sistematis terutama bagi anak – anak yang terlanjur menjadi remaja hingga akhirnya mereka bisa dewasa.

Remagogi sebagai sebuah sistem dan kurikulum pendidikan bagi remaja yang belum mukallaf agar mampu menjadi manusia yang sepenuhnya melaksanakan seluruh fungsi dan tanggung jawab orang dewasa. Selambat – lambatnya diusia 18 tahun, melalui upaya menemaninya secara Undersupervisory untuk menjalani kehidupan secara fisik, intelektual, mental, sosial, dan ekonomi oleh mentor – mentor kehidupan sebagai teman yang lebih tua sehari, lebih tinggi seranting dan lebih dulu selangkah di atas realitas alami untuk membentuk generasi Islami. Menurut Ustadz Adriano Rusfi, keberhasilan remagogi sangat bergantung pada kehadiran sang ayah yang punya tega dan siap menjadi supervisor anaknya.

Kontruksi berpikir Remagogi terdiri dari tiga unsur yang perlu hadir secara bersama apabila ingin merubah remaja mejadi dewasa. Remaja harus dididik di atas realitas yang natural, kompleks, dan keras. Karena disitulah remaja akan dibentuk dan ditempa. Maka, bukalah rumah kita, pagar sekolah kita dengan realitas. Dalam memasuki realitas alami para remaja akan ditemani oleh para mentor atau supervisor yang akan menemani dan mengarahkan mereka dalam menghadapi realitas alami. Posisi para mentor adalah teman yang usianya belum terlalu jauh, rentang usia mentor 25-35 tahun yang dibekali dengan kemampuan dibidang mentoring dan supervisor. Dua hal yang perlu dilakukan pada remaja, yaitu disadarkan dan ditempa. Disadarkan lebih banyak dengan kedewasaan dan tanggung jawab, sehingga proses penempaannya berasal dari dalam diri sendiri dengan didorong oleh para mentor. Tugas mentor untuk level remaja lebih banyak dipenyadaran kerena remaja resistensi dengan penempaan. Para mentor perlu menempa remaja ini secara fisik, intelektual, mental, sosial dan ekonomi. Pada pelaksanaannya mentor yang paling indah adalah ayah dan bundanya sendiri, ayah sebagai mentor remaja laki – laki dan perempuan, bunda sebagai mentor remaja perempuan. Dengan adanya sentuhan dari mentor ini lah diharapkan remaja bisa segera menjadi pemuda generasi peradaban Islam.

Penempaan secara fisik yaitu kebugaran, kekuatan psycho motorik, keseimbangan dengan membangun rasa percaya diri, survival dan bela diri. Penempaan intelektual yaitu diberikan pemahaman, logika berpikir, memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Penempaan mental yaitu dengan penerimaan diri, pengarahan diri (Self direction dan self menajemen), pengelolaan diri, pengendalian diri, dan ketangguhan mental. Penempaan sosial yaitu dengan komunikasi, kerjasama, pengelolaan konflik, disiplin sosial, dan adab sosial. Penempaan ekonomi yaitu dengan enterpreneurship (ilmu bertahan hidup), produktivitas, manajeman aset, ekonomic survival, dan efektivitas. Penempaan tersebut mereka peroleh dari pengalaman belajar dengan under supervisory adulthood, sehingga hadirlah pemuda generasi Islami.

Remagogi dilaksanakan pada rentang usia 12 – 18 tahun. Artinya, remaja tersebut adalah remaja SMP dan SMA. Metodologi yang diterapkan untuk SMP dan SMA tentuya berbeda. Usia SMP yaitu 12-15 tahun lebih banyak unsur anak – anak (pedagogi 80%, andragogi 20%), titik tekan remagogi pada usia ini adalah titik tekan penempaan. Penerapan di SMP lebih banyak berhubungan dengan orientasi kehidupan, targetnya self direction dan self manajemen, kompetensi yang dicapai adalah akhlakul karimah, mukallaf, enterpreneurship, dan sosial. Metodologi pembelajaran; semi thalabah (setengah menuntut ilmu), dan penemanan oleh mentor. Teknik pembelajaran games – games penuh makna agar remaja bisa mengambil hikmah, literasi, pelatihan (life base solving), dan pembelajaran learning from mentor dan tutor. Pada usia SMA yaitu usia 15-18 tahun targetnya adalah persiapan menuju sukses (Preperation To Success). Persiapan untuk menuju sukses remaja dihantarkan, dilepaskan, dan di pandu. Kompetensi yang perlu dibangun adalah muamalah yang beradab, family skill agar memiliki kesiapan untuk berumah tangga, kecakapan hidup tersier, academic life-skill (filsafat ilmu, berpikir, metodologi riset, logika). Metodologi pembelajaran di SMA remagogi yang 80% sudah andragogi, sudah full thalabah (full menuntut ilmu), konsultasi dan feedback dengan mentor, pelatihan life base contributing, bentuk pembelajaran learning form experts. Metode pembelajarannya luar ruang (pengalaman belajar), lebih banyak belajar sendiri tapi tetapi dibawah supervisor, belajar mandiri, pembelajaran diusahakan swakelola (Self manajemen learning system).

Baik di SMP maupun SMA Remagogi bisa berjalan apabila ada sumberdaya yang mendukung. Pertama, sumber daya manusia yang terdiri dari ayah, bunda, guru bimbing, guru ajar, saudara, teman dan orang dewasa lainnya. Kedua, sumber daya sistem yang terdiri dari kurikulum remagogi, aturan – aturan dalam keluarga, aturan sekolah, dan membangun pra kondisi kedewasaan. Ketiga, sumber daya budaya yang terdiri dari budaya tanggung jawab, budaya solutif, budaya konsekuensi learning, budaya komitmen, budaya kemandirian, budaya risk taker. Budaya di bangun secara perlahan yang dimulai dari rumah, budaya yang paling penting dibangun adalah tanggung jawab. keempat, sumber daya lingkungan yaitu dengan melibatkan mereka dalam kehidupan orang dewasa, lingkungan rumah, lingkungan sekolah, organisasi, perusahaan dan dunia kehidupan wirausaha.

Demikian sedikit ulasan materi yang saya dapatkan selama mengikuti kajian intensif Remagogi. Perjuangan mengikuti kajian di malam hari akhirnya terbayar dengan banyaknya ilmu yang saya dapatkan tentang proses mendewasakan remaja, yang tentunya ini akan sangat menunjang dalam menjalankan amanah yang saat ini sedang saya emban. Alhamdulillah, untuk menambah pemahaman tentang remagogi, saya dan teman-teman juga berkesempatan mengikuti workshop Remagogi di kota Bandung. Dalam workshop tersebut kami belajar bagaimana mendesain kurikulum remogogi, termasuk kurikulum remogogi untuk diterapkan di Sekolah Bunyan Indonesia. Perlu diketahui bahwa Remagogi hanya bisa berjalan apabila semua unsur yang telah dijelaskan dalam bisa terpenuhi, remagogi tidak bisa berjalan setengah-setengah tapi harus menyeluruh.

Lalu, apakah remagogi bisa diterapkan di Sekolah Bunyan Indonesia? Jika dilihat dari pemaparan materi baik saat kajian maupun workshop. Konsep Remagogi dengan konsep Pendidikan Sekolah Bunyan Indonesia sangat relevan, karena pada konsep Pendidikan Bunyan sendiri adalah Model Pendidikan yang mengacu pada pembinaan fitrah sehingga pada usia 15 tahun anak-anak diharapkan sudah menjadi dewasa secara moral. Dalam konsep Pendidikan Bunyan pada usia 12-15 tahun, anak dibina untuk melakukan pematangan dan diarahkan untuk dapat menjadi seorang pemimpin. Hal ini selaras dengan Remagogi yang pada tahap usia tersebut remaja perlu didewasakan melalui upaya menemaninya secara Undersupervisory untuk menjalani kehidupan secara fisik, intelektual, mental, sosial, dan ekonomi oleh mentor – mentor kehidupan sebagai teman yang lebih tua sehari, lebih tinggi seranting dan lebih dulu selangkah. Konsep tentang Pendidikan Bunyan bahwa masa puber adalah masa yang secara biologis sudah bukan anak-anak lagi, tetapi secara moral belum dianggap dewasa juga selaras dengan apa yang dijelaskan oleh Ustadz Adriano Rusfi.

Kelima aspek dalam Remagogi yaitu fisik, intelektual, mental, sosial, dan ekonomi juga relavan dengan konsep cerdas dalam Falsafah Pendidikan Bunyan yang mencakup 3 level kecerdasan, yaitu; cerdas diri, cerdas sosial, cerdas kontribusi. Pendidikan Interventif di Pendidikan Bunyan usia 12-15 tahun juga bermuara pada aspek tanggung jawab. Pendidikan Interventif yang ada di dalam konsep Pendidikan Bunyan mirip dengan harus adanya peran ayah dan bunda yang dijelaskan dalam Remagogi, bahwa yang paling indah menjadi mentor remaja adalah orang tua yaitu ayah dan bunda. Jika dilihat dari asumsi dasar Metodelogi Remagogi pada jenjang SMP yaitu usia 12-15 tahun kompetensi yang dicapai adalah akhlakul karimah, mukallaf, enterpreneurship, dan tanggung jawab sosial, di dalam Model Sistem Pendidikan Bunyan kompetensi yang ingin dicapai adalah membentuk anak menjadi anak berakhlak mulia, cerdas, kreatif imajinatif yang sebagai tanda lahirnya generasi-generasi Islami.

Jadi, bisa dikatakan dalam Remagogi ada Pendidikan Bunyan, dalam Pendidikan Bunyan ada Remagogi. Apabila Remagogi ini akan diterapkan sepenuhnya di Sekolah Bunyan Indonesia, maka tidak akan terlalu banyak merubah apa yang sudah ada di Sekolah Bunyan Indonesia, tinggal di perkuat dengan menambah pegalaman belajar bagi para santri, terutama santri SMA yang harus lebih banyak belajar dari kehidupan nyata (realitas alami). Sekolah Bunyan Indonesia bisa mulai menata layout tempat yang bisa selaras untuk jenjang SMP dan SMA, mulai menyeleksi siapa saja yang akan di tempa untuk menjadi mentor kehidupan santri SMP dan SMA, karena proses pembinaan santri menjadi dewasa memerlukan mentor yang dewasa, sudah selesai dengan masalah esensial pribadinya, mempunyai rasa empati dan peduli, mempunyai kemampuan menjadi pembimbing, sabar, menjadi teladan, berintegritas dan komunikatif. Dalam upaya menguatkan para calon mentor ini, alhamdulillah sebenarnya Sekolah Bunyan Indonesia sudah mempunyai sarananya yaitu di kegiatan halaqoh atau Bina Pribadi Islami yang sudah rutin dilaksanakan. Mungkin yang akan menjadi tantangan sekaligus kelebihan untuk Sekolah Bunyan Indonesia adalah banyaknya sumber daya manusia yang masih muda, tantangannya adalah jiwa muda ini kadang masih terjebak dengan mental yang belum siap untuk membina dan kelebihannya adalah kondisi ini sesuai dengan apa yang dibutuhkan dalam Remagogi yaitu seorang mentor yang ideal rentang usianya 25-35 tahun dimana mentor tersebut lebih tua sehari, lebih tinggi seranting dan lebih dulu selangkah.

Kemudian apa yang siap saya lakukan jika Remagogi ini akan diaplikasikan di Sekolah Bunyan Indonesia? Yang akan saya lakukan adalah memberikan dukungan kepada Sekolah Bunyan Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan Sekolah Bunyan Indonesia yaitu menghadirkan generasi cerdas beradab yang dewasa secara diri, kontibusi, dan sosial. Semoga siswa/siswi Sekolah Bunyan Indonesia tidak masuk dalam fase remaja, tetapi langsung masuk pada fase dewasa. Perlu kerjasama semua pihak dalam mewujudkannya. Jazaakumullah Khoiron Katsiron Sekolah Bunyan Indonesia.

*) Penulis adalah Kepala SDIT Bunyan Indonesia