Oleh: KH. Uus Mauludin, MA
Sejatinya Masjid, Pesantren, Madrasah dan Sekolah yang di dirikan oleh umat Islam wajib menjadi pengarus utama gairah riset karena sejatinya semangat melakukan riset itu telah di proklamirkan sejak pertama kali wahyu di turunkan yaitu dengan semangat Iqra (bacalah), para ulama tafsir mengatakan bahwa dengan tidak di sebutkannya objek baca menunjukkan bahwa apa yang harus di baca oleh seseorang mencakup banyak hal tanpa batas (aam bukan khos) sehingga membaca menjadi hal wajib dilakukan oleh semua umat Islam terlebih kata yang digunakan; Iqra adalah fiil amar (instruction).
Riset sangat erat kaitannya dengan membaca dan memahami yang semua proses itu sangat erat kaitannya dengan maksimalisasi peran akal sebagai perangkat untuk memahami yang dari pemahaman itulah memberikan pengaruh kuat pada keyakinan dan amalan yang dilakukan seseorang.
Al Quran menyebutkan kata Áql (akal) sebanyak 49 kali; hanya 1 kali menggunakan kata kerja lampau (fiil madhi) yaitu kata áqoluu sebagaimana disebutkan dalam Al Baqarah ayat 75 sedangkan yang dan 48 kali dalam bentuk kata kerja mudhori/inperfektum (sedang dan akan); tepatnya kata ya’qiluun 22 kali sebagaimana diantaranaya disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 165, 170, 171 dan seterusnya, menggunakan kata ta’qilun 24 kali sebagaimana disebutkan diantaranya dalam Al Baqarah ayat 73, Al Baqarah ayat 242, Al Anám ayat 151, Yusuf ayat 2, An Nur ayat 61 dan seterusnya, dan kata na’qilu dalam Al mulk ayat 10 dan ya’qilu sebagaimana dalam surat Al Ankabut ayat 43
Selain kata Aql dan derivasinya dalam Al Quran terdapat pula kata fakara yang terulang sebanyak 15 kali; 14 kali dalam bentuk fiil mudhori dan hanya 1 kali dalam bentuk fiil madhi, tafakkur dalam Al Quran seolah sepadan dengan ta’aqqul, Qaumun yataffakarun di sebutkan dalam bentuk lain Qaumun yaqilun dan objek proses tersebut mencakup dua hal; pertama pada hal hal yang sifatnya fisik seperti;
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍ ۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
Terjemah Kemenag 2002
164. Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti. Al Baqarah ayat 164
اِنَّمَا مَثَلُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا كَمَاۤءٍ اَنْزَلْنٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ فَاخْتَلَطَ بِهٖ نَبَاتُ الْاَرْضِ مِمَّا يَأْكُلُ النَّاسُ وَالْاَنْعَامُ ۗحَتّٰٓى اِذَآ اَخَذَتِ الْاَرْضُ زُخْرُفَهَا وَازَّيَّنَتْ وَظَنَّ اَهْلُهَآ اَنَّهُمْ قٰدِرُوْنَ عَلَيْهَآ اَتٰىهَآ اَمْرُنَا لَيْلًا اَوْ نَهَارًا فَجَعَلْنٰهَا حَصِيْدًا كَاَنْ لَّمْ تَغْنَ بِالْاَمْسِۗ كَذٰلِكَ نُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Terjemah Kemenag 2002
24. Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman)nya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepada orang yang berpikir. Yunus ayat 24
Dan yang kedua berkaitan dengan hal hal yang non fisik sebagaimana dalam;
اَللّٰهُ يَتَوَفَّى الْاَنْفُسَ حِيْنَ مَوْتِهَا وَالَّتِيْ لَمْ تَمُتْ فِيْ مَنَامِهَا ۚ فَيُمْسِكُ الَّتِيْ قَضٰى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْاُخْرٰىٓ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّىۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Terjemah Kemenag 2002
42. Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran) Allah bagi kaum yang berpikir. Az Zumar ayat 42
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Terjemah Kemenag 2002
21. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.
Dari penggunaan kata yaqilun dan ytafakkarun kitab isa mendapatkan bahw keduanya adalah proses berfikir walau kadang pengunaan kata yaqilun lebih pada pembahasan secara fisik beda dengan yatafakkarun yang terkadang di gunakan untuk objek fisik an non fisik, hal unik lainnya adalah kata yatafakkarun juga biasa di sambungkan dengan kata yadzkurun sebagaimana disebutkan dalam;
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Terjemah Kemenag 2002
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.
Dari sini kita menemukan alur yang sama dan konsisten sejak Al Quran di turunkan yaitu pertama Iqro yang di gabungkan dengan bismirabbik dan yang kedua adalah aktifitas tadzakkur yang disambungkan dengan aktifitas tafakkur yang sekaligus menjawab hal selalu dipertentangtang oleh kubu para saintis sekuler yaitu madzhab teosentris dan madzhab antroposentris, Al Quran sejak awal telah menyatukan keduanya; antara Khaliq dan makhluq, antara langit dan bumi, antara akal dan iman, antara agama dana kehidupan keduanya menjadi satu saling berkait, berkorensponden, saling menguatkan dan saling meneguhkan membentuk epistemology ilmu dan cara berfikir seorang muslim yaitu melibatkan 3 unsur utama yaitu ilahiyyah, ilmiyyah dan amaliyyah
Darimana bermulanya ilmu?
Ilmu akan di dapatkan oleh seseorang dari yang Maha mengetahui segala sesuatu yaitu Alloh taála sebagaimna nabi Adam alaihis salam yang menerima segala ilmu langsung di ajarkan Alloh taala (waállama adamal asmaaa kullaha) karena manusia dengan segala keterbatasannya banyak hal hal yang tidak dia ketahui (wa fauqo kulla dzi ilmin aliim), panca indra, akal fikir dan intulisinya sangatlah terbatas maka keimanan (wattaqulloh wayuallimukumulloh) dengan pelibatan kalamulloh (ayaat qouliyyah) yang akan melahirkan kerendahan hati (al khudhu wat tawadhu) atas segala fenomena sebagaimana gerak sholat yang di awali takbir (pengagungan) yang di lanjutkan dengan ruku dan sujud serta salam dan juga rasa yang tidak pernah menyepelekan segala sesuatu sebagaimana tertuang dalam Ali Imran ayat 191; robbana maa kholaqta hadza bathilan dan juga surat an nur ayat 15; tahsabunahu hayyinan wa huwa indallohi azhim, dan untuk mengungkap segala fenomena itu Al Quran biasanya melontarkan teka teki seperti dengan huruf muqoththoah (alif laam miim) atau dengan pertanyaan (istifham) seperti wa maa adroka math thoriq? sehingga mendorong orang untuk berfikir sebagaimana atau dengan pertanyaan negasi afala yanzhuruuna ilal ibili kaifa khuliqot? Dengan bertanya inilah seseorang akan terdorong mendapatkan ilmu, baik hal hal yang berkaitan dengan alam, diri atau yang menciptakan alam dan dirinya;
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
Terjemah Kemenag 2002
53. Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? Fushhilat ayat 53
Meneliti diri dan jagat raya bukanlah ingin membuktikan adanya ruang tuhan pada diri dan jagat raya akan tetapi diri dan jagat raya adalah bukti kemahakuasaan Alloh taala sang Maha Pencipta ( sebagaimana permintaan nabi Ibrahim dalam al Baqorah ayat 260 untuk menghidupkan yang mati yang Alloh taala perintahkan menyingcang 4 burung dan kemudian di sebar ke 4 gunung dan kemudian di panggil olehnya hal tersebut bukan karena ketidak percayaan nabi Ibrahim akan tetapi liyathmainna qolbi), sehingga dengan prinsip riset dan observasi tersebut menjadikan seseorang semakin pintar akan semakin tunduk patuh karena beriman dan bertaqwa bukan semakin agnostic dan atheis, maka oleh karena itu pertanyaan pertanyan mendasar dengan pola 5 w+1h tidak tepat jika di tujukan kepada dzat Allah taala akan tetapi hal tersebut sangat pas jika ditujukan untuk ayat ayat Allah taala sebagai makhluk makhluknya
Ayat ayat Allah taala secara bebas bisa diartikan dengan tanda tanda, sinyal sinyal, isyat, sign dan science, yang dalam Al Quran ayat ayat tersebut secara langsung membahas tentang manusia dan juga alam semesta, para ulama biasanya mengistilahkan dengan ayat qouliyyah (Al Quran dan hadits) juga ayat kauniyyah ( manusia dan alam semesta) yang semuanya itu memiliki standar prosedural memahminya yang dalam bahasa Al Quran untuk memahami ayat ayat Al Quran disebut dengan tadabbur dan untuk alam semeta disebut dengan tafakkur;
الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Terjemah Kemenag 2002
191. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka. Ali Imran ayat 191
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا
Terjemah Kemenag 2002
82. Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur’an? Sekiranya (Al-Qur’an) itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.
An Nisa ayat 82
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا
Terjemah Kemenag 2002
24. Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an ataukah hati mereka sudah terkunci?
Muhammad ayat 24
Al Quran sangat menyadari tingkat kemampuan tadabbur dan taffakkur setiap orang oleh karenanya para ulama telah memberikan rintisan jalan untuk lebih memfokuskan objek penelitian tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh para ulama ulumul quran yang menyimpulkan bahwa diantara perbedaan makkiyyyah dan madaniyyah adalah diantaranya yaitu makkiyyah lebih cenderung banyak membahas kajian kajian yang bersifat natural sains sedangkan madaniyyah lebih banyak membahas social sains
Bagaimana caranya melakukan peneitian yang menggabungkan antara kajian Al Quran dan berbagai cabang ilmu?
Hal yang unik adalah peta kajian dan penelitian selama ini yang sangat banyak dilakukan oleh kaum muslimin adalah hal hal yang erat kaitannya dengan hukum, padahal tidak lebih dari 1/10 dari seluruh ayat Al Quran yang membahas masalah hukum, syeikh Ibn Arobi dalam Ahkam Al Quran menyebutkan hanya 400 ayat, Abdul wahhab khollaf menyatakan hanya 228 ayat, syeikh thanthowi jauhari menyatakan hanya 150 ayat dan maksimal sebagaimana disebutkan imam Ghazali hanya 500 ayat, sedangkan ayat ayat sains dalam Al Quran menurut syeikh Tanthawi dalam Tafsir Al Jawahir adalah sebanyak 750 ayat ayat sains bahkan penelitian yang dilakukan oleh tim peneliti Institut PTIQ Jakarta telah mampu mengumpulkan 1.337 ayat Al Quran dalam 30 cabang ilmu; Ilmu Administrasi 38 ayat, ilmu Antropologi 17 ayat, ilmu arsitektur 26 ayat, ilmu astronomi 24 ayat, ilmu Bahasa 21 ayat, ilmu biologi 67 ayat, ilmu demografi 18 ayat, ilmu ekonomi 55 ayat, ilmu eskatologi 186 ayat, ilmu etika 29 ayat, ilmu geografi 43 ayat, ilmu hidrologi 27 ayat, ilmu hukum 55 ayat, ilmu kedokteran 16 ayat, ilmu kesenian 29 ayat, ilmu kimia 21 ayat, ilmu komunikasi 28 ayat, ilmu matematika 54 ayat, ilmu mineralogi 14 ayat, ilmu pariwisata 17 ayat, ilmu Pendidikan 84 ayat, ilmu pertanian 51 ayat, ilmu politik 53 ayat, ilmu psikologi 62 ayat, ilmu sejarah 132 ayat, ilmu sosiologi 47 ayat, ilmu teknologi 15 ayat dan ilmu teologi 76 ayat
Bagimana pendekatan kajian Al Quran dengan sains dilakukan?
Para ulama sejak dulu sebenarnya telah merintis dua pendekatan Al Quran secara berbeda yang pertama metode tahlili yaitu mengkaji Al Quran secara runut ayat demi ayat, surat demi surat mulai dari al fatihah hingga An naas, dan inilah yang menjadikan ara ulam terdahulu menghasilkan karya karya tafsir secara lengkap 30 juz, Adapun metode yang kedua adalah metode tafsir tematik/ tafsir maudhui walau memang tafsir ini sejak daulu sudah ada akan tetapi baru popular dengan istilah dan metode Tafsir Maudhui baru disebutkan oleh Ahmad Al Kumiy tahun 1960-an yang kemudian dilanjutkan oleh syeikh Al Farmawi tahun 1977 dengan menetapkan Langkah Langkah sebagai berikut;
- Menetapkan masalah yang akan di kaji
- Megumpulkan ayat ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
- Menyusun runtutatn ayat sesuai dengan masa turunnya disertai dengan asbab nuzulnya
- Memahami munasabah ayat tersebut dalam satu suratnya masing masing
- Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna ( outline)
- Melengkapi pembahasan dengan hadits hadits yang sesuai dengan pokok bahasan
- Mempelajari ayat ayat tersebut secara keseluruhan dengan mengumpulkan ayat ayat yang mempunyai definisi yang sama atau mengompromikan anatra yang am dan khos, yang mutlak dan muqoyyad
- Menyusun kesimpulan yang menggambarkan jaaban al quran terhadap masalah yang di bahas
Dengan pendekatan tafsir maudhui inilah sebenarnya seluruh tema tema kajian secara multi disipliner bisa dilakukan sebagai upaya khidmatul quran untuk mendapatkan hidyah (petunjuk), tabyin (penjelasan) dan yang lainnya agar mendapatkan kemashlahatan yang bisa di sebar kepada seluruh makhluk di semesta alam
Diantara kunci utama seluruh kajian yang erat kaitannya dengan Al Quran adalah penguasaan Bahasa arab karena hal itu merupakan pintu awal memasuki penelitian yang lebih lanjut dan lebih dalam karena jika hanya menganalkan tarjemah bahasa Indonesia sungguh sangat terbatas karena kosa kata inti Bahasa Indonesia tidak lebih dari 100 kosa kata sedangkan kosa kata bahasa ara tidak kurang dari 12.000.000 kosa kata
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ قُرْاٰنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
2. Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur’an berbahasa Arab, agar kamu mengerti.
Bagaimana mengaplikasikan pesantren berbasis riset?
Jargon yang senantiasa kita gaungkan adalah hafizh saintis maka dari jargon tersebut ada 2 hal penting yang harus di fahami bagaimana mewujudkannya;
HAFIZH
Paradigma tentang Hafizh banyak yang hanya terjebak sebatas hafal lafazh sehingga banyak orang tua yang mengatakan tidak apa pa anak saya tidak belajar apa apa yang penting anak saya hafal Al Quran padahal interaksi dengan Al Quran bukan hanya sekedar hafal teks ayat akan tetapi hafizh yang kita maksudkan adalah mereka mampu terbiasa menerapkan pola interaksi dengan Al Quran dengan metode tisáta (9T) yaitu
- Tashihun niyyah (memperbaiki niat)
- Tahsinul Qiroah (memperbaiki dan memperindah bacaan)
- Tarjamah (mampu menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Indonesia atau bahasa lokal)
- Tilawah dan Tadabbur (mampu mengambil pelajaran dan hikmah dari ayat/surat yangdi baca)
- Tahfizh (hafal lafat dan makna)
- Tafsir dan tawil (mampu memahami penjelasan ayat ayat secara riwayat dan dirayat)
- Tathbiq (melaksanakan hingga menjadi Al Quran berjalan)
- Tabligh (menyampaikan kepada orang lain indahnya hidup bersama Al Quran)
- Taurits (menjadikan Al Quran warisan prioritas untuk generasi selanjutnya)
Mereka inilah semoga menjadi apa yang di makud dengan ahlulloh wa khoshutuh sehingga semua pihak; guru, orang tua dan santri tidak terjebak pada cara berfikir sekuler kanan (cukup hanya hafal teks Al Quran dan tidak butuh ilmu yang lain) atau sekuler kiri ( yang tidak mau merujuk apapun kepada Al Quran) sehingga semua pihak memhami bahwa kemampuan memahami dan menguasai pola interaksi dengan Al Quran menjadi hal asasi yang sangat mendasar bagi pengkajian tahap selanjutnya baik di bidang ilmu pengetahuan alam (IPA) atau ilmu pengetahuan social (IPS) apalagi menegasikan salah satu ilmu; orang orang IPA merasa lebih tinggi derajatnya disbanding orang orang IPS dan Lembaga lembaha Pendidikan baik pesantren atau sekolah tidak lagi menstandarkan keberhasilan pendidikannya pada standar seberapa banyak lulusannya diterima di perguruan tinggi karena pendidikan dan pengkaderan utama di pesantren dan sekolah bukanlah untuk itu akan tetapi untuk semakin memperbanyak kader kader yang siap berkhidmah untuk Al Quran sehingga mereka menjadi Al Quran yang berjalan (nuuron yamsyi bihi fin naas;Al Anám ayat 122)
Dengan target dan tujuan di atas maka semua pihak; guru, santri dan orang tua wajib memiliki skil yang sama (BASIC APLICATION SKILL) yaitu; mampu membaca Al Quran dengan baik dan benar, mampu menerjemahkan Al Quran dengan tepat dan memahami serta mampu mengaplikasikan dan membiasakan tadabbur Al Quran dalam kesehariannya sehingga ketiga pihak tersebut ada dalam suhu yang sama menjadikan pesantren dan sekolah betul betul untuk memahami dan miniature mengakkan agama Islam berbasis Al Quran dan Sunnah bukan untuk bisnis mencari keuntungan dunia
SAINTIS
Sains yang kita maskudkan adalah ilmu bukan sebagaimana yang di fahami kebanyakan orang yang meahami bahwa sains itu hanya terbatas pada MIPA (matematika dan IPA), sehingga yang di maksud dengan sains itu mencakup ilmu ilmu alam atau ilmu ilmu social (IPA dan IPA keduanya adalah sains) hal yang memberkan epistemology kita dengan yang lainnya adalah jika orang orang kafir hanya berfijak pada panca indra dan logika maka kita berpijak pada indra ( ainal yaqin), logika (ilmal yaqin dan juga wahyu ( haqqul yaqin) sehingga epistemologinya menjadi sempurna karena dibangun pada tiga unsur utama yaitu ilahiyyah, ilmiyyah dan amaliyyah dan Al Quran dan sunnah menjadi peguasaan mendasar sebelum belajar cabang cabang ilmu yang lain ( IPA dan IPS)
Kata ideal untuk menunjukkan saintis menurut kita adalah ulama karena secara bahasa terambil dari kata ain-lam-mim dan menjadi ilmu orangnya disebut álim akan tetapi tidak segala ilmu bukan hanya untuk ilmu dan kecerdasan semata akan tetapi dia gunakan menjadi fasiitas utama mendekatkan dirinya kepada Alloh taala, disinilah saling terkait antara iman dan ilmu dan ilmu dengan iman yang menjadi landasan amal seseorang
Kemampuan manusia terbatas dalam tadabbur dan tafakkurnya maka spesialisasi menjadi hal yang wajar akan di alami oleh setiap manusia sesuai dengan kecenderungan masing masing berdasarkan syakilah danmakanatnya masing masing yang telah di anugrahkan Alloh taala;
قُلْ كُلٌّ يَّعْمَلُ عَلٰى شَاكِلَتِهٖۗ فَرَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَنْ هُوَ اَهْدٰى سَبِيْلًا ࣖ
Terjemah Kemenag 2002
84. Katakanlah (Muhammad), “Setiap orang berbuat sesuai dengan pembawaannya masing-masing.” Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya.
قُلْ يٰقَوْمِ اعْمَلُوْا عَلٰى مَكَانَتِكُمْ اِنِّيْ عَامِلٌۚ فَسَوْفَ تَعْلَمُوْنَۙ مَنْ تَكُوْنُ لَهٗ عَاقِبَةُ الدَّارِۗ اِنَّهٗ لَا يُفْلِحُ الظّٰلِمُوْنَ
Terjemah Kemenag 2002
135. Katakanlah (Muhammad), “Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu, aku pun berbuat (demikian). Kelak kamu akan mengetahui, siapa yang akan memperoleh tempat (terbaik) di akhirat (nanti). Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu tidak akan beruntung.
Maka sebelum menentukan minatnya akan mengambil bidang apa sebagai jalan juang kontribusinya untuk agama dan kehidupan peradaban umat manusia maka hal yang sapenting adalah menemukan syakilah dan makanatnya secara genetic agar ia mendapatkan kemudahan dari Alloh taala dalam proses spesialisaidan jalan kefakatrannya (kullun muyassarun lima khuliqo lahu, Bukhori muslim dari Ali karromalloh wajhah)
Banyak terjadi missing link dalam pembelajaran sehingga kader kader fakar yang handal tidak di temukan karena pembelajaran tidak memberikan hal hal mendasar (tidak memiliki kemampuan minimal pola interaksi dengan Al Quran) dan sedari awal tidak berupaya menemukan syakilah dan makanat secara genetic sehingga Pendidikan dan pengkaderan berbasisnya “dari pada” atau “SAKA” , tidak terukur dan tidak terstruktur
Kiranya Awad Khalaf dan Qasim Ali Said telah berhasil menunjukkan profile hafiz saintis dalam kitabnya Al jamiun baina ulumisy syariyyah wal ulumit tajribiyyah dimana ada 1066 tokoh sejak zaman sahabat hingga tahun 1400 H yang mencerminkan profile hafiz saintis yang kami maksudkan
Wallohu álam bish showab