Oleh: Ade Chairil Anwar, M.Pd.
Akhir pekan ini, sama seperti pekan-pekan sebelumnya, tugas validasi akreditasi menuntut untuk segera dituntaskan. Karena itu adalah langkah terakhir penilaian kelayakan program satuan pendidikan ditentukan. Ada yang memang merepresentasikan kondisi objektif satuan pendidikan, namun tak sedikit laiknya jauh panggang dari pada api, tapi itulah realitas pendidikan di negeri ini.
Di saat demikian, selalu ada godaan positif, salah satunya seminar pendidikan di SMA Labschool Cibubur yang menghadirkan Prof. Arief Rachman sebagai salah satu narasumber, saya termasuk pengagum beliau, telah lama membaca karya dan ulasan tentang salah satu maestro pendidikan tanah air itu. Selain itu, ada pula beberapa narasumber lain yang menurut hemat saya cukup berpengalaman di bidangnya masing-masing. Salah satunya Pak Ukim Komarudin, penulis buku, “Arief Rachman: Guru”.
Sungguh tak percuma menghadiri seminar bergizi dan berenergi itu, banyak topik diulas, antara lain; 1) Peran Guru dalam Globalisasi Pendidikan; 2) Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Berkarakter; 3) Mempersiapkan Murid Menjadi Bagian dari Global Citizenship; 4) Educating Students for the Age of Globalization; dan 5) Study in France: A Door to World Class Education.
Sebagai tukang service sekolah, banyak insight yang didapatkan baik itu berupa gagasan atau wawasan sekaligus merenungi betapa semakin beratnya tugas guru hari ini. Mereka dituntut untuk bisa mengimbangi peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan tantangan zaman di tengah problematika kesejahteraan, mereka dituntut dengan kreativitas dan inovasi di tengah minimnya fasilitas pembelajaran, mereka dituntut menjadi pahlawan di tengah minimnya imunitas.
Godaan positif hari pertama usai, datang godaan positif hari berikutnya, saya diajak salah satu senior scopusholic untuk terlibat dalam projek riset BRIN dengan scope meliputi pendidikan anak usia dini, pendidikan karakter, dan literasi budaya yang merupakan subordinasi dari Pendidikan Multikultural. Subjek riset ini difokuskan pada sub-kultur masyarakat yang masih memegang teguh nilai dan norma kedaerahan.
Lagi-lagi godaan kedua ini membuat saya kembali berkontemplasi tentang makna pendidikan, pentingnya nilai dan norma dalam pembentukan karakter bangsa yang dimulai dari karakter individu yang sejak dini ditanam, dipupuk, ditumbuh dan dikembangkan. Sekali lagi, dibutuhkan sosok pahlawan bernama guru untuk mengejawantahkan itu semua. Tanpa guru pendidikan terasa hampa, hambar, dan tanpa arah.
Guru adalah pahlawan sesungguhnya, tak mudah menjadi guru sebagai profesi pilihan hari ini, hanya orang bernyali dan berani bermimpi yang bercita-cita menjadi guru, ia adalah jalan sepi, menjadi guru adalah menjadi pewaris nabi, guru adalah nabi modern yang bertugas meyakinkan anak-anak tentang pentingnya keberlanjutan kehidupan manusia di masa depan. Sekali lagi, guru adalah tulang punggung pendidikan, ia perlu dijaga dan dimuliakan.
Sebagai urban citizen, sebagaimana lazimnya, saya tutup kegiatan akhir pekan ini dengan mengajak keluarga kecil kami jalan-jalan, menikmati aneka permainan anak-anak di pusat-pusat perbelanjaan. Uniknya, saat ini mereka menyediakan fasilitas bermain yang cukup edukatif, menarik, dan hemat anggaran, bahkan lebih menarik dari sarana bermain yang dimiliki oleh taman kanak-kanak di perkotaan.
Salam Pendidikan
Tabik,
*) Penulis adalah Kabid Kurikulum Sekolah Bunyan Indonesia