Guru SDIT Bunyan Indonesia Mengikuti Workshop Bertema Inklusi

Oleh: Desiana Ratri Suryandari, S.Sos.I.

Bekasi (7/8) – Paguyuban SD swasta Kabupaten Bekasi menyelenggarakan workshop kepala sekolah dan guru swasta dengan topik pembahasan “Kiat Temui Kenali Pahami Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar.” Workshop ini di selenggarakan selama satu hari berlokasi di aula Yayasan Kitri Bakti, Cikarang Utara pada Rabu, 07 Agustus 2024. Kegiatan ini dihadiri ratusan peserta workshop dari seluruh kepala sekolah dan guru swasta Kabupaten Bekasi salah satunya SDIT Bunyan Indonesia sebagai pesertanya. Pokok materi pada workshop berfokus pada upaya sekolah swasta dalam mengetahui dan memahami indikasi peserta didik inklusi serta bagaimana penanganan guru terhadap peserta didik berkebutuhan khusus.

Ketua Paguyuban Sekolah Dasar Swasta se-Kabupaten Bekasi Sabar, M.Pd., dalam sambutannya menyampaikan informasi berkaitan dengan program paguyuban, diantaranya: tryout AKM dan Kegiatan Kepala Sekolah Swasta. Beliau juga menambahkan bahwa kegiatan ini dalam rangka menunaikan masukan dari anggota sekolah swasta di kabupaten Bekasi dan dalam upaya memberikan pemahaman serta praktek langsung menghadapi anak inklusi di sekolah.

Ketua BMPS kabupaten Bekasi, H. Ahmad Syauqi, M.Pd.I., menyebut sekolah tidak berhak menolak peserta didik inklusi. “Karena hari ini sekolah tidak boleh menolak siswa inklusi, jika menolak maka kita telah melanggar undang-undang. Maka dari itu kegiatan ini menjadi salah satu solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut,” ujarnya saat memberikan sambutan.

Kegiatan ini juga menjadi salah satu yang melatar belakangi adanya regulasi pemerintah mengharuskan sekolah untuk tidak menolak siswa berkebutuhan khusus di lingkungannya, namun praktik di lapangan mencatat tidak banyak guru dengan latar belakang pendidikan linier pendidikan khusus di sekolah. Dengan adanya workshop ini, kepala sekolah dan guru dengan latar belakang pendidikan yang tidak linier tersebut diberikan pemahaman apa saja indikasi yang perlu diketahui pada peserta didik dan apa saja yang perlu dilakukan oleh sekolah ketika terdapat peserta didik berkebutuhan khusus.

Workshop diisi oleh pemateri sekaligus praktisi pendidikan inklusif, Irine Surti Yulianti, S.Pd, ABA, Dipl, Deaf. Materi dibagi ke dalam empat pembahasan, yaitu: Pendidikan Inklusi dan Keberagaman Anak Berkebutuhan Khusus; Perkembangan Anak, Gaya Belajar dan Teori Belajar; Prosedur Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus; dan Program Pembelajaran Individu (PPI).

Materi pertama, peserta diajak untuk memahami pendidikan inklusi dan keberagaman peserta didik berkebutuhan khusus. Keragaman peserta didik cukup beragam baik secara intelektual akademik, sosial, emosi dan budaya. Adanya keragaman ini mengharuskan guru untuk mengetahui latar belakang peserta didik dan kebutuhan masing-masing peserta didik. Maka saat ini terdapat pembelajaran berdiferensiasi yang sedang banyak digaungkan.

Menurut peraturan pemerintah PPPA nomor 4 tahun 2017, ada 5 kalisifikasi anak berkebutuhan khusus, yaitu: disabilitas intelektual, disabilitas fisik, disabilitas mental, disabilitas ganda, dan disabilitas sensorik. Dari klasifikasi ini, anak berkebutuhan khsusus memiliki karakteristik dengan hambatannya masing-masing. Ibu Irine menjelaskan, seharusnya pembelajaran berdiferensiasi saat ini bisa diterapkan sesuai dengan kebutuhan anak berkebutuhan khusus juga. “Saat ini pembelajaran berdiferensiasi belum menyangkut kepada kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus, hanya menyangkut masalah belajar saja,” ujarnya saat mengisi materi.

Materi selanjutnya, peserta diajak untuk memahami perkembangan anak. Pada materi ini, dijelaskan mengenai aspek-aspek yang dibutuhkan anak dalam menjalani aktifitas kehidupannya mulai dari usia 0 tahun. Salah satunya psikomotorik kasar, psikomotorik halus dan beberapa aspek lainnya. Setelah aspek-aspek tersebut dipahami oleh guru, maka akan ada gaya belajar dan teori belajar seperti apa yang akan diterapakan untuk pembelajaran pada peserta didik.

Sesi terakhir pemateri memberikan pemahaman mengenai prosedur layanan bagi anak berkebutuhan khusus dan program pelayanan individu (PPI). Pada prosedur layanan guru diberikan contoh identifikasi dan assessment untuk peserta didik berkebutuhan khusus serta apa saja kurikulum dan media pembelajaran di dalamnya.  Selanjutnya dijelaskan bahwa PPI sendiri disusun untuk  mengakomodasi layanan kebutuhan pendidikan peserta didik berkebutuhan khusus dengan hambatan akademik.

Berakhirnya kegiatan workshop ini bukan serta merta hanya untuk pengetahuan untuk para guru, namun lebih kepada praktik. Sekolah dan guru bisa lebih mengetahui dan mengidentifikasi kondisi peserta didik di lingkungan sekolah. Berkebutuhan khusus bukan hanya kondisi peserta didik dengan hambatan fisik, namun juga peserta didik dengan hambatan sosial, emosi dan perilaku yang berakibat pada kesulitan belajar.

 

“Problematika pendidikan di Indonesia cukup berat, maka gunakan hati untuk anak-anak.”

Irene Surti Yulianti, S.Pd, ABA, Dipl, Deaf. (praktisi pendidikan inklusif)