
Ketika saya melihat sebuah masjid besar yang megah, dengan menara yang yang menjulang tinggi, dialasi dengan karpet yang tebal dan empuk serta dihiasi gemerlap lampu kristal. Dalam hati saya berkata “sungguh mesjid yang nyaman, bersih, wangi lagi”.
Namun ada hal yang mengganjal dihati ini, ketika tak lama seusai melaksanakan sholat tiba-tiba penjaga mesjid meminta kami segera keluar dari mesjid,
saya pun bertanya-tanya “kok begini ya?”. “
mungkin kita sudah kemalaman” kata seorang teman menimpali.
Tapi setelah saya lihat jam tangan saya pun bergumam
“ini baru jam 08.10”.
kami memang tidak berjamaah tepat waktu bersama jamaah masjid tersebut karena saat itu kami sedang dalam perjalanan.
Dan ternyata tak cukup sampai disitu, hati ini terhenyak ketika membaca tulisan pada kertas seukuran A4 yang tertempel pada dinding Masjid tersebut
“DILARANG MELAKUKAN PERKUMPULAN ATAUPUN PENGAJIAN APAPUN DIDAALAM MESJID”
Tiba-tiba saya teringat pada sebuah surau dikampung kakek dimana dulu saya pernah tinggal, sebuah surau tua berlantai kayu, beralas tikar yang sudah agak lapuk dan apek, berdinding bilik bambu dan beratap daun aren. Memang terlihat jauh dari kata nyaman, tapi setidaknya tidak perlu AC untuk mendinginginkan udara didalamnya, karena semilir angin pedesaan masih bisa masuk melalui lubang dan celah-celah bilik bambu.
Saat waktu sholat tiba, adzan dari surau itu tidak dapat terdengar dari jarak yang jauh, karena tidak ada pengeras suara disana. Jangankan pengeras suara, listrik saja belum genap satu tahun masuk disana. Muadzinnya pun bocah SD yang suaranya tidak terlalu nyaring dan merdu. Meskipun penduduk disana jauh tidak terlalu padat, namun jamaah di surau itu tetap penuh dan berdesakan karena memang ukurannya yang tidak lebih dari 4×4 meter persegi.
Meskipun demikan, disanalah saya belajar membaca Al-Quran, melafalkan huruf demi huruf setiap magrib sampai isya. Selain itu, saya diajarkan tata cara sholat dan bersuci. Sebuah surau yang ramah dan penuh totalitas dalam menjalankan fungsinya. Surau yang penuh keceriaan dan canda tawa anak-anak.
Apalah arti kemegahan bila dibandingkan dengan manfaat yang diberikan. Meskipun berasal dari sebuah surau tua, namun alumninya sudah bisa mengajarkan cara membaca Al-Quran diusianya yang belum genap 10 tahun saat pindah ke tempat lain.
Oleh : Fuad Githa Perdana, Lc.
Wakasek Kesiswaan SMAIT Bunyan Indonesia
1 komentar
Ayi mosbah, Selasa, 2 Mar 2021
Foto masjidnya bagus itu dimana?